Tugas Kelompok IBD2
Maria Yovinia
Muhamad Eko Saputra
Ingrid C
Teja Donarisman
Manusia dalam perjalanan hidupnya
melalui tingkat dan masa-masa tertentu yang dapat kita sebut dengan daur-hidup.
Tiap peralihan dari satu masa ke masa berikutnya merupakan saat kritis dalam
kehidupan manusia itu sendiri.
Salah satu masa peralihan yang
sangat penting dalam Adat Minangkabau adalah pada saat menginjak masa
perkawinan. Masa perkawinan merupakan masa permulaan bagi seseorang melepaskan
dirinya dari lingkungan kelompok keluarganya, dan mulai membentuk kelompok
kecil miliknya sendiri, yang secara rohaniah tidak lepas dari pengaruh kelompok
hidupnya semula. Dengan demikian perkawinan dapat juga disebut sebagai titik
awal dari proses pemekaran kelompok.
Proses upacara perkawinan adat
istiadat minangkabau dapat dibuat menjadi suatu urutan sebagai berikut :
1.
Maresek / penjajakan
2.
Maminang / batimbang tando
3.
Minta izin / Mahanta Siriah
4.
Babako / Babaki
5.
Malam Bainai
6.
Manjapuik Marapulai
7.
Penyambutan di rumah anak daro
8.
Tradisi usai akad nikah
1. Maresek
Maresek merupakan penjajakan
pertama sebagai permulaan dari rangkaian tata-cara pelaksanaan pernikahan.
Sesuai dengan sistem kekerabatan di Minangkabau yaitu matrilineal, pihak
keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria. Lazimnya pihak keluarga yang datang
membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan. Pelaksanaan penjajakan tidak
perlu ayah-ibu atau mamak-mamak langsung dari si anak gadis yang akan dicarikan
jodoh itu yang datang. Biasanya beberapa wanita yang berpengalaman diutus untuk
mencari tahu apakah pemuda yang dituju berminat untuk menikah dan cocok dengan
si gadis.
Prosesi ini bisa berlangsung
beberapa kali perundingan sampai tercapai sebuah kesepakatan dari kedua belah
pihak keluarga. Jika semuanya telah bersepakat untuk saling menjodohkan anak
kemenakannya masing-masing dan segala persyaratan untuk itupun telah disetujui
oleh pihak keluarga laki-laki dengan telangki, maka barulah selanjutnya
ditentukan untuk mengadakan pertemuan secara lebih resmi oleh keluarga kedua
belah pihak. Acara inilah yang disebut acara maminang.
2.
Maminang/Batimbang Tando
Pada hari yang telah ditentukan,
pihak keluarga anak gadis yang akan dijodohkan itu dengan dipimpin oleh mamak
mamaknya datang bersama-sama ke rumah keluarga calon muda yang dituju. Lazimnya,
untuk acara pertemuan resmi pertama ini diikuti oleh ibu dan ayah si gadis dan
diiringkan oleh beberapa orang wanita yang patut-patut dari keluarganya.
Biasanya rombongan yang datang juga telah membawa seorang juru bicara yang
mahir berbasa-basi dan fasih berkata-kata jika sekiranya si mamak sendiri bukan
orang ahli untuk itu. Untuk menghindarkan hal-hal yang dapt menjadi penghalang
bagi kelancaran pertemuan kedua keluarga untuk pertama kali ini, lazimnya si
telangkai yang marisiak, sebelumnya telah membicarakan dan mencari kesepakatan
dengan keluarga pihak pria mengenai materi apa saja yang akan di bicarakan pada
acara maminang itu. Apakah setelah meminang dan pinangan di terima lalu
langsung dilakukaan acara batuka tando atau batimbang tando.
Batuka tando secara harfiah
artinya adalah bertukar tanda. Kedua belah pihak keluarga yang telah bersepakat
untuk saling menjodohkan anak kemenakannya itu saling memberikan tanda sebagai
ikatan sesuai dengan hukum perjanjian pertunangan menurut adat Minagkabau yang
berbunyi:
Btampuak
lah buliah dijinjing.
Batali
lah buliah diirik.
Artinya kalau tanda telah dipertukarkan dalan satu
acara resmi oleh keluarga belah pihak, maka bukan saja antar kedua anak muda
tersebut telah ada keterikatan dan pengesahan masyarakatan sebagai dua orang
yang telah bertunangan, tetapi juga antar kedua keluarga pun telah terikatan
untuk saling mengisi adat dan terikat untuk tidak dapat memutuskan secara
sepihak perjanjian yang telah disepakati itu.
Barang-barang utama yang dibawa
waktu meminang adalah sirih pinang lengkap. Apakah disusun dalam carano atau
dibawa dengan kampia tak menjadi persoalan. Tidaklah di sebut
beradat sebuah acara jika tidak ada sirih pinang lengkap.
Pada daun sirih yang dikunyah
menimbulkan dua rasa di lidah, yaitu pahit dan manis, terkandung symbol-simbol
tentang harapan dan kearifan manusia akan kekurangan-kekurangan mereka. Lazim
saja selama pertemuan itu terjadi kekhilafan-kekhilafan baik dalam
tindak-tanduk maupun dalam perkataan, maka dengan menyuguhkan sirih di awal
pertemuan, maka segala yang janggal itu tidak akan jadi gunjingan.
Kalau disepakati sebelumnya bahwa
pada acara maminang tersebut sekaligus juga akan dilangsungkan acara batuka
tando atau batimbang tando maka benda yang akan dipertukarkan sebagai tanda itu
juga dibawa dalam wadah yang sudah dihias. Benda yang dijadikan sebagai tanda
untuk dipertukarkan lazimnya adalah benda-benda pusaka, sepertikeris, atau kain
adat yang mengandung nilai sejarah bagi keluarga.
Pembicaran dalam acara maminang
dan batuka tando ini berlangsung antara mamak atau wakil dari pihak keluarga si
gadis dengan mamak atau wakil dari pihak keluarga pemuda. Bertolak dari
penjajakan yang telah dilakukan sebelumnya, ada empat hal secara simultan yang
dapat dibicarakan, dimufakati dan diputuskan oleh kedua belah pihak saat itu.
Tata Cara :
Setelah rombongan keluarga pihak
wanita dipersilakan naik ke atas rumah dan didudukan di sekitar seprai yang
telah ditata dengan makanan-makanan kecil, maka mamak atau juru bicara dari
pihak keluarga wanita yang datang yang kan memulai pembicaraan menurut tata
adat sopan santun Minang yang disebut pasambahan.
Sambah yang dilakukan dengan
mengakat kedua telapak tangan dihadapan wajah ini, harus ditujukan kepada ninik
mamak atau orang yang memang sudah ditentukan oleh keluarga pihak pria yang
telah ditunjuk untuk itu. Inti pembicaraan pertama ialah pasambahan siriah, di
mana juru bicara pihak keluarga yang datang menyuguhkan sirih lengkap yang
dibawahnya untuk dicicipi oleh semua yang patut -patut dalam keluarga pihak
laki-laki. Sirih yang disuguhkan itu juga tidak harus dimakan; dengan memegang
atau mengupil secuil daun sirih itu saja juga sudah dianggap sah.
Setelah itu barulah juru bicara
pihak yang datang menanyakan apakah mereka sudah boleh menyampaikan maksud dan
tujuan dari kedatangan mereka itu. Jika lamaran telah diterima, maka
dilangsungkanlah acara batuka tando. Tanda dari pihak keluarga perempuan yang
meminang diserahkan olek ninik mamaknya kepada ninik mamak keluarga pria. Dan dari
ninik mamak ini baru diteruskan kepada ibu dari calon mempelai wanita. Begitu
pula sebaliknya.
Melamar: Menyampaikan secara resmi lamaran dari
pihak kelurga si gadis kepada pihak keluarga si pemuda.
3. Minta
Izin / Mahanta Siriah
Tata cara :
Pada hari yang telah ditentukan
calon mempelai pria dengan membawa seorang kawan (biasanya teman dekatnya yang
telah atau baru berkeluarga) pergi mendatangi langsung rumah isteri dari
keluarga-keluarga yang patut dihormati. Kemudian menjelaskan segala rencana
perhelatan yang akan diadakan oleh orang tuanya. Lalu minta izin (mohon doa)
restu dan bila perlu minta petunjuk dan sifat yang diperlukan dalam rencana
perkawinan. Terakhir tentu memohon kehadiran orang bersangkutan serta seluruh
keluarganya pada hari-hari perhelatan tersebut.
Tata busana :
Untuk melaksanakan acara ini calon pengantin pria
diharuskan untuk mengenakan busana khusus. Ada dua pilihan untuk itu yang lazim
berlaku sampai sekarang di beberapa daerah di Sumatera Barat:
-
Mengenakan celana batik dengan baju
ganting cina berkopiah hitam dan menyandang kain sarung pelekat (atau sarung
bugis )
-
Mengenakan celana batik degan kemeja
putih yang diluarnya dilapisi dengan jas, kerah kemeja ke luar menjepit leher
jas. Tetap memakai kopiah dengan kain sarung pelekat yang disandang di bahu
atau dilingkarkan di leher.
Bagi keluarga calon pengantin
wanita yang bertugas melaksanakan acara ini yang disebut mahanta siriah, yaitu
peralatan yang dibawa sesuai dengan namanya yaitu seperangkat daun sirih
lengkap bersadah pinang yang telah tersusun rapi baik di letakkan diatas carano
maupun di dalam kampia (tas yang terbuat dari daun pandan). Sebelum maksud
kedatangan disampaikan maka sirih ini terlebih dahulu yang disuguhkan kepada
orang yang didatangi. Ritual ini ditujukan untuk memberitahukan dan mohon doa
untuk rencana pernikahannya. Biasanya keluarga yang didatangi akan memberikan
bantuan untuk ikut memikul beban dan biaya pernikahan sesuai kemampuan.
4. Babako
–Babaki
Pihak keluarga dari ayah calon
mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan kasih sayangnya dengan ikut
memikul biaya sesuai kemampuan. Acara ini biasanya berlangsung beberapa hari
sebelum acara akad nikah. Mereka datang membawa berbagai macam antaran.
Tata cara :
Menurut tradisi, gadis anak
pusako yang akan kawin biasanya dijemput dulu oleh bakonya dan dibawa ke rumah
keluarga ayahnya. Calon anak daro ini akan bermalam semalam di rumah bakonya
dan pada kesempatan itu yang tua-tua akan memberikan petuah dan nasehat yang
berguna bagi si calon pengantin sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan
berumah tangga nanti.
Arak-arakan bako mengahantar anak
pusako ini diiringkan oleh para ninik mamak dan ibu-ibu yang menjunjung
berbagai macam antaran dan sering pula dimeriahkan dengan iringan pemain-pemain
musik tradisional yang ditabuh sepanjang jalan. Barang yang dibawa bako :
1. Sirih lengkap dalam carano (sebagai kepala adat)
2. Nasi kuning singggang ayam (sebagai makanan adat)
3. Perangkat busana. Bisa berupa bahan pakaian atau
baju yang telah dijahit, selimut dan lain-lain.
4. Perangkat perhiasan emas
5. Perangkat bahan mentah yang diperlukan di dapur
untuk persiapan perhelatan, seperti beras, kelapa binatang-binatang ternak yang
hidup, seperti ayam kambing atau kerbau.
6. Perangkat makanan yang telah jadi, baik berupa
lauk pauk maupun kue-kue besar atau kecil.
5. Malam
Bainai
Bainai berarti melekatkan
tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-kuku calon pengantin
wanita. Filosofinya: Melindungi si calon pengantin wanita dari segala kejadian
yang dapat mengganggu lancarnya perjalanan acara-acara yang akan dilaksanakan,
baik yang didatangkan oleh manusia yang dengki maupun oleh setan-setan.
Tujuan:
a.
Untuk membersihkan dan mensucikan si
calon pengantin secara lahiriah dan badaniah, serta untuk melakukan berbagai
usaha agar si calon pengantin tampak lebih cantik dan cemerlang selam
pesta-pesta perkawinannya.
b.
Untuk memberi kesempatan seluruh
keluarga terdekat berkumpul menunjukan kasih sayang dan memberikan doa restunya
kepada si calon pengantin.
Lazimnya acara ini berlangsung
malam hari sebelum akad nikah. Tradisi ini sebagai ungkapan kasih sayang dan
doa restu dari para sesepuh keluarga mempelai wanita. Perlengkapan lain yang
digunakan antara lain air yang berisi keharuman tujuh macam kembang, daun iani
tumbuk, payung kuning, kain jajakan kuning, kain simpai, dan kursi untuk calon
mempelai. Calon mempelai wanita dengan baju tokah dan bersunting rendah dibawa
keluar dari kamar diapit kawan sebayanya. Acara mandi-mandi secara simbolik
dengan memercikkan air harum tujuh jenis kembang oleh para sesepuh dan kedua
orang tua. Selanjutnya, kuku-kuku calon mempelai wanita diberi inai.
6. Manjapuik
Marapulai
Ini adalah acara adat yang paling
penting dalam seluruh rangkaian acara perkawinan menurut adat Minangkabau.
Tata Caranya:
a. Manjapuik
Rombongan utusan dari keluarga
calon mempelai wanita menjemput calon pengantin pria dan dibawa ke rumah calon
pengantin wanita untuk melangsungkan akad nikah. Secara umum menurut ketentuan
adat yang lazim, dalam menjemput calon pengantin pria ini pihak keluarga calon
pengantin wanita harus membawa tiga bawaan wajib, yaitu: Pertama, sirih lengkap
dalam cerana menandakan datangnya secra beradat. Kedua, pakaian pengantin
lengkap dari tutup kepala sampai ke alas kaki yang akan dipakai oleh calon
pengantin pria. Ketiga, nasi kuning singgang ayam dan lauk-pauk yang telah
dimasak serta makanan dan kue-kue lainnya sebagai buah tangan.
b. Sambah Manyambah
Setelah sampai di rumah calon
mempelai pria dan telah dipersilakan duduk di atas rumah ninik mamak, juru
bicara calon mempelai wanita membuka kata dengan mempersembahkan sirih kepada
keluarga yang patut-patut diatas rumah itu terlebih dahulu. Kemudian baru
menyampaikan maksud kedatangan yang ditujukan kepada wakil (ninik mamak) calon
mempelai pria yang telah ditujuk untuk itu. Pengutaran maksud dan jawabannya
dilakukan dengan pepatah petitih Minang. Inilah yang disebut acara : “Sambah
menyambah”. Filosofinya: Untuk sebuah acara yang sakral semacam perkawinan
tentulah diperlukan pembicaraan dan sikap yang lebih tertib dan sopan santun
seremonial dibandingkan dengan pembicaraan-pembicaraan keseharian.
c.
Mananyokan gala
Pada kesempatan tersebut selain dari mengutarakan maksud kedatangan
jika calon menantu tersebut juga berasal dari minang maka waktu itu juga dengan
sambah manyambah langsung ditanyakan siapa gelar yang telah diberikan oleh
ninik mamak kaum kepada anak kemenakan mereka yang akan dikawinkan itu. Namun
jika calon menantu tersebut bukan orang Minang, maka acara pemberian gelar
diberikan oleh keluarga ayah calon anak daro selesai acara akad nikah.
Filosofinya: Untuk semenda-semenda dari Minang disebut “Ketek banamo-Gadang
bagala”, sedangkan untuk semenda-semenda diluar Minang, disebut : Inggok
mancangkam Tambang basitumpu.
d.
Tari galombang dan carano
Jika acara di rumah calon mempelai pria telah selesai, si calon telah
didandani lalu diiringkan bersama-sama menuju rumah Calon mempelai wanita. Di
sini dilakukan penyambutan Adat yaitu :
-
Payung Kuning
Seturunnya
dari mobil calon mempelai pria harus segera disambut dengan memayunginya dengan
payung kuning. Filosofinya: Calon pengantin pada hari perkawinanya. Ditinggikan
sarantiang didahulukan salangkah artinya harus diperlakukan sebagai orang
penting dengan segala atributnya.
-
Tari Galombang
Lalu
disambut oleh pemuda-pemuda dalam lingkungan kampung si calon anak daro dengan
tari Galombang. Filosofinya: Tibo basongsong – dan keselamatan orang datang
harus dijaga oleh pemuda-pemuda tsb yang dalam pola kekerabatan di Minang
disebut “Parik Paga dalam Nagari”. Merekalah yang bertugas menjaga keamanan dan
ketertiban kampung halamannya termasuk menjaga keselamatan tamu-tamu yang
datang.
-
Persembahan Carano
Penyambutan
yang dilakukan di jalan raya di depan rumah calon mempelai wanita ini
dilanjutkan lagi dengan tari carano oleh sejumlah dara-dara Minang yang disebut
Limpapeh Rumah Nan Gadang. Mereka mempersembahkan sirih lengkap dalam carano
adat kepada orang tua dan ninik mamak keluarga calon mempelai pria dan terakhir
kepada si calon sendiri. Filosofinya: tagak Adat (tagak carano). Sirih lengkap
dalam wadahnya yang disuguhkan kepada orang-orang yang dihormati itu berarti
acara dilaksanakan secara beradat.
-
Pasambahan Manyarahkan Anak
kamanan
Selesai
penyambutan dengan tari-tarian ini, maka di pintu pekarangan rumah calon
mempelai wanita dilangsungkan lagi acara sambah-manyambah antara dua orang
ninik mamak yang telah ditunjuk untuk mewakil kedua keluarga itu. Persembahan
dengan pepatah petitih minang ini bertujuan pokok dimana pihak keluarga calon
pengantin pria menitipkan anak kemenakannya untuk dikawinkan dan mohon untuk
dapat diterima diperlakukan pula sebagai anak kemenakan kandung sendiri dalam
keluarga calon mempelai wanita. Filosofinya: tatungkuik samo makan
tanah-talilantang samo minum ambun. Artinya perlakukan calon menantu itu
sebagai anak kemenakan sendiri. Sakit sama merasakan sakit-senang sama
menikmati kesenangan.
-
Manapak Kain Jajaka Putih
Menapak
ke dalam pekarangan sebelum masuk ke dalam rumah dilakukan lagi penyambutan
adat oleh perempuan-perempuan tua di lingkungan keluarga calon mempelai wanita.
Mereka juga memegang wadah yang berisi beras kuning untuk ditaburkan kepada
calon mempelai pria. Ini bermakna doa restu dari seluruh keluarga yang menunggu
bagi calon menantu mereka. Setelah itu secara simbolik dituangkanlah beberapa
tetes air ke sepatu calon menantu untuk selanjutnya dikembangkan kain jajakan
putih yang terbentang dari tempat tersebut sampai ke tempat dimana acara akad
nikah akan dilangsungkan. Kain jajakan putih ini hanya boleh diinjak dan
dilalui oleh si calon Pengantin. Filosofinya: Perkawinan harus dilakukan hanya
dengan niat yang suci dan hati yang bersih sesuci yang datang, sesuci itu pula
hati yang menerima.
7.
PENYAMBUTAN DI RUMAH ANAK DARO
Tradisi menyambut kedatangan calon mempelai pria di
rumah calon mempelai wanita lazimnya merupakan momen meriah dan besar. Diiringi
bunyi musik tradisional khas Minang yakni talempong dan gandang tabuk, serta
barisan Gelombang Adat timbal balik yang terdiri dari pemuda-pemuda berpakaian
silat, serta disambut para dara berpakaian adat yang menyuguhkan sirih. Sirih
dalam carano adat lengkap, payung kuning keemasan, beras kuning, kain jajakan
putih merupakan perlengkapan yang biasanya digunakan. Keluarga mempelai wanita
memayungi calon mempelai pria disambut dengan tari Gelombang Adat Timbal Balik.
Berikutnya, barisan dara menyambut rombongan dengan persembahan sirih lengkap.
Para sesepuh wanita menaburi calon pengantin pria dengan beras kuning. Sebelum
memasuki pintu rumah, kaki calon mempelai pria diperciki air sebagai lambang
mensucikan, lalu berjalan menapaki kain putih menuju ke tempat berlangsungnya
akad.
8. Tradisi
Usai Akad Nikah
Ada lima acara adat Minang yang lazim dilaksanakan
setelah akad nikah. Yaitu memulang tanda, mengumumkan gelar pengantin pria, mengadu
kening, mengeruk nasi kuning dan bermain coki.
-
Mamulangkan Tando
Setelah
resmi sebagai suami istri, maka tanda yang diberikan sebagai ikatan janji
sewaktu lamaran dikembalikan oleh kedua belah pihak.
-
Malewakan Gala Marapulai
Mengumumkan
gelar untuk pengantin pria. Gelar ini sebagai tanda kehormatan dan kedewasaan
yang disandang mempelai pria. Lazimnya diumumkan langsung oleh ninik mamak
kaumnya.
-
Balantuang Kaniang atau Mengadu Kening
Pasangan
mempelai dipimpin oleh para sesepuh wanita menyentuhkan kening mereka satu sama
lain. Kedua mempelai didudukkan saling berhadapan dan wajah keduanya dipisahkan
dengan sebuah kipas, lalu kipas diturunkan secara perlahan. Setelah itu kening
pengantin akan saling bersentuhan.
-
Mangaruak Nasi Kuniang
Prosesi ini
mengisyaratkan hubungan kerjasama antara suami isri harus selalu saling menahan
diri dan melengkapi. Ritual diawali dengan kedua pengantin berebut mengambil
daging ayam yang tersembunyi di dalam nasi kuning.
-
Bamain Coki
Coki adalah
permaian tradisional Ranah Minang. Yakni semacam permainan catur yang dilakukan
oleh dua orang, papan permainan menyerupai halma. Permainan ini bermakna agar
kedua mempelai bisa saling meluluhkan kekakuan dan egonya masing-masing agar
tercipta kemesraan.